Header Banner JagoanStore

Minggu, 08 Juli 2012

Kisah Nyata Abu Sawawa Bagian ke-3

Belajar Bela Diri Instan
Oleh Abu sawawa

 Sampailah di kota Garut, kota yang menjadi tempat tujuan kami. Tiba di rumah paman teman saya sudah habis isya. Di sana sudah banyak orang yang nota bene murid-muridanya paman teman saya ini. Lumayan juga perjalanan dari bandung ke garut ini, sedikit melelahkan apalagi naik bis yang penumpang dijejal sampai-sampai saya harus berdiri dari terminal cicaheun bandung sampai terminal kota Garut.
Saya cari posisi untuk duduk, di depan saya sudah berjejer murid-murid teman saya ini, lengkap dengan sarung dan peci. Sambil melepaskan lelah saya ambil sebatang rokok dan minum air yang sejak tadi sudah disodorkan tuan rumah pada kami. Kemudian kami saling mengenalkan satu sama lain dengan yang duluan hadir  di situ. Dan ternyata mereka datang dari jauh dari  Limbangan.
Saya berbisik  pada teman saya: “Enjang, yang mana paman kamu itu”
“Sebentar lagi datang, masih wiridan di kamar”
Tidak lama berselang keluarlah seorang laki-laki dengan mantel merah dank kopeah merah juga. Lalu menegur kami.
“Jam berapa dari Bandung. Njang?”
“Habis Magrib, mang!, macet di jalannya,”
“oh, …! Biasa kalau malam minggu macet, maklum semua yang kerja di bandung pulang”.
Kemudian kami semua terlibat dalam perbincangan, apalagi saudara enjang ini sangat suka sekali ngobrol. Ya, lumayan dia enak dibawa ngobrol meskipun  dalam umur dia sudah terpaut jauh dari kami.
Kemudian tiba-tiba dua orang muridnya berdiri dan mereka menuju ke tengah ruangan masing-masing dari mereka mengambil posisi berhadapan. Tak lama berselang keduanya bergerak seperti perkelahian, tapi bedanya ini perkelahian dengan tenaga dalam yang mereka ambil dari Amatan. Saya lihat kadang yang satu yang jatuh kadang juga yang lainnya. Setelah selesai yang satu diganti lagi dengan yang lainnya, sampai pada giliran teman saya yang harus maju ke tengah ruangan.
“Enjang, coba hasil dua kali puasa tuh, emang mau lihat!” Mamangnya Enjang  menyuruh dia untuk memperlihatkan apa yang telah diberikannya.
“Siap mang,!” Enjang menjawab sambil berdiri dan menuju ke tengah ruangan.
Tubuh Enjang bergetar dan mulailah keluar gerakan-gerakan kadang keluar juga suara seperti harimau. Setelah terasa cukup emangnya Enjang  menyuruh dia berhenti. Enjang berhenti sambila menyeka keringat dia duduk di samping saya.
Dari awal sampai akhir saya merasa penasaran dengan apa yang terjadi di depan mata ini. Keingintahuan saya terus berontak ingin membuktikan dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka bisa mempunyai ilmu beladiri secara instan.
“Mang, teman saya ikut ke sini sebenarnya punya tujuan mau belajar juga”. Enjang memulai berbicara pada emangnya.
“Ya, kalau mau bisa saja asal mau melaksanakan syarat-syaratnya.”
“yang utama jangan meninggalkan shalat 5 waktu, jangan berzina, berbuat baik, dan yang
lainnya harus puasa “
Setelah saya lama berbicara dengan Pamannya Enjang, akhirnya saya diberikan syarat-syarat dan wirid yang harus saya jalankan untuk mendapatkan ilmu beladiri seperti  murid-muridnya. Keesokan harinya saya pulang keBandung dengan oleh-oleh mulai hari selasa saya harus puasa 3 hari selama tiga minggu berturut-turut. Dan sesampai di Bandung saya laksanakan apa yang diberikan pamannya Enjang  kepenasaran saya membawa saya untuk menerima apa yang dia berikan.

                                                                                                                                                 -Abu Sawawa--                               - Bersambung -

Daftar langsung dapat 250.000,00 klik alamat ini disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar