Dialog Takdir
Oleh Abu Sawawa
“Apakah benar takdir saya memiliki ilmu ini?”
Saya bertanya kepada si eyang ini.
“Benar!, kata si eyang tegas.
“Salah!. Kata saya
“Mengapa salah? “ Si Eyang balik Tanya.
“Saya masih tetap pada keyakinan saya dan mudah-mudahan Alloh terus memberikan
kekuatan pada saya bahwa masalah takdir tidak ada satu makhluk pun
mengetahuinya. Hanya Alloh saja yang Maha Mengetahui dan menguasainya. Termasuk
ilmu yang akan Eyang berikan kepada
saya, saya tidak yakin bahwa ilmu ini takdir saya. Saya yakin bahwa ada
kekuatan yang Maha Gagah dibalik apa yang saya alami dan apa yang akan eyang
berikan kepada saya. Terlepas dari saya benar atau salah Tapi saua yakin Alloh
akan memberikan petunjuk yang benar bagi saya.”
“Tapi Eyang yakin bahwa kamu satu-satunya yang bisa menerima
ilmu ini.” Si Eyang terus meyakinkan saya.
“Eyang, kalau takdir saya harus memiliki ilmu ini, tak akan ada
yang bisa mengahalanginya. Eyang bisa berbuat apa saja untuk meyakinkan bahwa
ilmu ini merupakan takdir buat saya. Saya yakin meskipun saya menolak, kalau
ini takdir saya pasti tidak akan pergi kemana-mana.”
“Sekarang saya belum tahu ilmu seperti apa yang akan berikan
kepada saya. Saya hanya akan menerima
ilmu yang bermanfaat bagi hidup saya sekarang, serta bagi hidup saya
yang abadi nanti”
Lama tak terdengar suara si Eyang itu setelah saya cerita
agak panjang lebar.
Suasana malam terasa sepi hanya kedengaran sekali-kali suara ayam jantan berkokok di kejauhan. Dan kadang
terdengar salah satu teman saya yang tidurnya ngorok.
“Jang!, Eyang tidak akan mundur dan eyang tetap punya kesimpulan bahwa ilmu ini takdirnya kamu. Dari mulai sekarang
Eyang akan terus ikuti kamu dan berikan ilmu itu.”
Si Eyang menegaskan penuh dengan keyajinan. Seperti nya eyang ini tidak akan
menyerah.
“Eyang, saya tidak punya kewajiban untuk melarang Eyang.
Bila itu keyikanan eyang, saya hanya berharap tidak ada usaha apapun dari eyang
untuk menguasai fikiran saya dan hidup saya. Bila Eyang paksa mau kuasai hidup
saya eyang suda melawan kekuatan yang Maha Besar. Karena hidupku dan matiku
hanya milik Alloh semata.”
“Sampai sekarang
fikiran kamu tidak bisa dikuasai oleh anak buah eyang atau eyang sekalipun. Terus terang saja, biasanya di
tingkatan ini orang akan mengalami kehilangan fikiran dan berbuat di luar fikiran sehatnya. Tapi kamu beda jang, itu yang membuat eyang
langsung turun tangan. Pengaruh apapun
yang anak buah eyang kondisikan tidak pernah berhasil menguasai kamu. Itu yang
membuat eyang makin tertarik.”
Si Eyang mengakui
bahwa selama ini mereka tak pernah bisa
menguasai fikiran saya.
Saya tidak tahu sekenario apa sebanarnya yang kemarin
direncanakan kepada saya. Saya pernah ingat dulu ada tetangga saya yang pernah
gila katanya dia sedang mendalami sebuah ilmu. Dia sering kejar-kejar
orang sambil bawa golok menyuruh orang
untuk shalat. Kadang juga dia ceramah
layaknya seorang ustadz atau ajengan, ilmu quran dan haditsnya keluar begitu saja
dari mulutnya padahal dia tidak pernah
belajar di pesantren. Dan saya punya curiga seperti itu juga tentan apa yang
sedang saya alami.
Tak lama kemudian terdengar lah suara adzan subuh, suara si eyang tidak terdengar lagi. Saya langsung pergi ke Masjid untuk melaksanakan shalat subuh.
Pagi-pagi sekali saya pulang ke Bandung. Sesampai di kantor langsung saya ganti pakaian
dan pergi ke ruang kerja saya. Saya
ambil sisa kerjaan saya yang belum selesai dan masih banyak sekali
naskah-naskah buku yang harus segera saya selesaikan seting dan perwajahannya.
Selang beberapa saat terdengar orang menyapa saya.
“Gy, Rajin sekali pagi-pagi sudah mulai kerja?”
Ternyata yang datang pak Subagya yang kemarin malam sedang
sakit.
“Sekali-kali bole rajin kan! he..he.he..!”
Saya jawab sambil berdiri karena kelihatan pa Bagya mau
bersihkan ruangan saya. Dia biasa bersihkan kantor ini menyapu dan mengepelnya.
“Gy, makasih ya, kemarin sudah berikan pengobatan gratis
untuk saya. Setelah malam itu saya diberi air sama Ugy, pagi-pagi saya bangun
Alhamdulilah sehat. Saya bisa berangkat kerja seperti biasa. Ugy, punya ilmu
itu dari mana?”
Ternyata air yang diberikan saya kepada pak Bagya pada malam
itu bisa menjadi obat juga. Saya teringat kembali ketika saya kasih air untuk
pak bagya, air yang dibacakan Surat Al Fatihah kemudian ditambah dengan ludah
saya.
“Kalau sembuh itu bukan urusan manusia. Kesembuhan itu hanya Alloh yang memberikan pak
Bagya. Air dan orang hanyalah alat ijabahnya hanya ada pada kekuasan Alloh
Semata,”
“Iya, saya setuju. Tapi tetap kan Ugy yang berikan saya
pengobatan gratis. Pokoknya terima kasih sekali ya, Gy!”
“Sama-sama pak Bagja”
Jawab saya sambil berjalan menuju meja kerja saya.
Pak Bagja kemudian
pergi ke kamar mandi, sebentar
lagi dia harus berangkat kerja di kantor kecamatan.
Satu-satu teman-teman
kerja saya datang melaksanakan rutinitas kewajibannya pada perusahan dimana
tempat kami bekerja.
Kami pun akhiarnya sibuk
dalam kerjaan masing-masing. Empat teman saya saya membantu di pengetikan
naskah, yang tiga orang di bagian editorial.
Lagi Asyik saya sama kerjaan tiba-tiba suara eyang itu
datang lagi ke telinga saya.
“Jang nanti malam eyang akan berikan sesuatu pada kamu
persiapkan saja!”
Bersambung………………!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar