Header Banner JagoanStore

Jumat, 27 Juli 2012

Kisah Nyata Abu Sawawa Bagian ke-9


Dialog Takdir
Oleh Abu Sawawa

“Apakah benar takdir saya memiliki ilmu ini?”
Saya bertanya kepada  si eyang ini.
“Benar!, kata si eyang tegas.
“Salah!. Kata saya
“Mengapa salah? “ Si Eyang balik Tanya.

“Saya masih tetap pada keyakinan saya  dan mudah-mudahan Alloh terus memberikan kekuatan pada saya bahwa masalah takdir tidak ada satu makhluk pun mengetahuinya. Hanya Alloh saja yang Maha Mengetahui dan menguasainya. Termasuk ilmu yang  akan Eyang berikan kepada saya, saya tidak yakin bahwa ilmu ini takdir saya. Saya yakin bahwa ada kekuatan yang Maha Gagah dibalik apa yang saya alami dan apa yang akan eyang berikan kepada saya. Terlepas dari saya benar atau salah Tapi saua yakin Alloh akan memberikan petunjuk yang benar bagi saya.”

“Tapi Eyang yakin bahwa kamu satu-satunya yang bisa menerima ilmu ini.” Si Eyang terus meyakinkan saya.
“Eyang, kalau takdir saya harus memiliki ilmu ini, tak akan ada yang bisa mengahalanginya. Eyang bisa berbuat apa saja untuk meyakinkan bahwa ilmu ini merupakan takdir buat saya. Saya yakin meskipun saya menolak, kalau ini takdir saya pasti tidak akan pergi kemana-mana.”

“Sekarang saya belum tahu ilmu seperti apa yang akan berikan kepada saya. Saya hanya akan menerima  ilmu yang bermanfaat bagi hidup saya sekarang, serta bagi hidup saya yang abadi nanti”

Lama tak terdengar suara si Eyang itu setelah saya cerita agak panjang lebar.
Suasana malam terasa sepi hanya kedengaran  sekali-kali suara  ayam jantan berkokok di kejauhan. Dan kadang terdengar salah satu teman saya yang tidurnya ngorok.

“Jang!, Eyang tidak akan mundur dan eyang tetap  punya kesimpulan bahwa  ilmu ini takdirnya kamu. Dari mulai sekarang Eyang akan terus ikuti kamu dan berikan ilmu itu.”
Si Eyang menegaskan penuh dengan  keyajinan. Seperti nya eyang ini tidak akan menyerah.
“Eyang, saya tidak punya kewajiban untuk melarang Eyang. Bila itu keyikanan eyang, saya hanya berharap tidak ada usaha apapun dari eyang untuk menguasai fikiran saya dan hidup saya. Bila Eyang paksa mau kuasai hidup saya eyang suda melawan kekuatan yang Maha Besar. Karena hidupku dan matiku hanya milik Alloh semata.”

“Sampai sekarang  fikiran kamu tidak bisa dikuasai oleh anak buah eyang atau eyang  sekalipun. Terus terang saja, biasanya di tingkatan ini orang akan mengalami kehilangan fikiran  dan berbuat di luar fikiran sehatnya.  Tapi kamu beda jang, itu yang membuat eyang langsung turun tangan.  Pengaruh apapun yang anak buah eyang kondisikan tidak pernah berhasil menguasai kamu. Itu yang membuat eyang makin tertarik.”
Si Eyang  mengakui bahwa selama ini mereka tak  pernah bisa menguasai fikiran saya. 

Saya tidak tahu sekenario apa sebanarnya yang kemarin direncanakan kepada saya. Saya pernah ingat dulu ada tetangga saya yang  pernah  gila katanya dia sedang mendalami sebuah ilmu. Dia sering kejar-kejar orang sambil bawa golok  menyuruh orang untuk shalat.  Kadang juga dia ceramah layaknya seorang ustadz atau ajengan,  ilmu quran dan haditsnya keluar begitu saja dari mulutnya  padahal dia tidak pernah belajar di pesantren. Dan saya punya curiga seperti itu juga tentan apa yang sedang saya alami.

Tak lama kemudian terdengar lah suara adzan subuh,  suara si eyang tidak terdengar  lagi. Saya langsung pergi  ke Masjid untuk melaksanakan shalat subuh.
Pagi-pagi sekali saya pulang ke Bandung.  Sesampai di kantor langsung saya ganti pakaian dan pergi ke ruang kerja saya.  Saya ambil sisa kerjaan saya yang belum selesai dan masih banyak sekali naskah-naskah buku yang harus segera saya selesaikan seting dan perwajahannya.

Selang beberapa saat terdengar orang menyapa saya.
“Gy, Rajin sekali pagi-pagi sudah mulai kerja?”
Ternyata yang datang pak Subagya yang kemarin malam sedang sakit.
“Sekali-kali bole rajin kan!  he..he.he..!”
Saya jawab sambil berdiri karena kelihatan pa Bagya mau bersihkan ruangan saya. Dia biasa bersihkan kantor ini menyapu  dan mengepelnya.
“Gy, makasih ya, kemarin sudah berikan pengobatan gratis untuk saya. Setelah malam itu saya diberi air sama Ugy, pagi-pagi saya bangun Alhamdulilah sehat. Saya bisa berangkat kerja seperti biasa. Ugy, punya ilmu itu dari mana?”

Ternyata air yang diberikan saya kepada pak Bagya pada malam itu bisa menjadi obat juga. Saya teringat kembali ketika saya kasih air untuk pak bagya, air yang dibacakan Surat Al Fatihah kemudian ditambah dengan ludah saya.
“Kalau sembuh itu bukan urusan manusia.  Kesembuhan itu hanya Alloh yang memberikan pak Bagya. Air dan orang hanyalah alat ijabahnya hanya ada pada kekuasan Alloh Semata,”
“Iya, saya setuju. Tapi tetap kan Ugy yang berikan saya pengobatan gratis. Pokoknya terima kasih sekali ya, Gy!”
“Sama-sama  pak Bagja” Jawab saya sambil berjalan menuju meja kerja saya.

Pak Bagja kemudian  pergi ke kamar mandi, sebentar  lagi dia harus berangkat kerja di kantor kecamatan.
Satu-satu  teman-teman kerja saya datang melaksanakan rutinitas kewajibannya pada perusahan dimana tempat kami bekerja.

Kami pun akhiarnya  sibuk dalam kerjaan masing-masing. Empat teman saya saya membantu di pengetikan naskah, yang tiga orang di bagian editorial.

Lagi Asyik saya sama kerjaan tiba-tiba suara eyang itu datang lagi ke telinga saya.
“Jang nanti malam eyang akan berikan sesuatu pada kamu persiapkan saja!”

Bersambung………………!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar