Oeh Abu Sawawa
Saya terus berteriak menyuruh mang Toto keluar dari
kamarnya. Akhirnya keluarlah mang Toto dari kamarnya masih memakai sarung dan di
tangan kanannya memegang tasbeh.
Dia hampiri kami, dan menyuruh kami semua duduk. Suara ghaib yang selalu datang pada saya
sebenarnya melarang saya untuk duduk,
seperti saya dikondisikan dia bahwa saya harus membangkang pada mang Toto. Tapi
akal sehat saya alhamdulilah masih bisa dipertahankan tidak bisa dia kusai,
dan saya masih mempertahankan etika sebagai manusia
beradab, dan saya duduk seperti yang
lainnya.
Kemudian mang Toto tanya saya kenapa malam-malam datang ke
Garut terus teriak-teriak ingin cepat bertemu dengan dia. Sebetulnya pertanyaan
ini tidak saya harapkan, yang saya harapkan dia langsung tahu apa yang terjadi
pada saya sekarang ini. Kalau dia bertanya demikian, berarti dia tidak tahu apa
yang terjadi pada saya . Atau apakah dia berpura-pura?
Akhirnya saya ceritakan apa yang saya alami sampai saya harus datang ke Garut.
Dan saya minta kalau ini ada hubungannya dengan ilmu yang diberikan dia kepada saya, saya minta diobati atau ditempatkan pada kedudukan
yang seharusnya sehingga tidak menggangu
hidup saya.
Kemudian dia minta
air putih pada istrinya. Setelah air itu
ada di tangannya kemudian air dia beri
doa lalu diberikan kepada saya. Saya meminumnya dan tidak lupa juga saya baca Bismilah sebelum air itu masuk ke mulut
saya.
Setelah minum air di dalam gelas itu, saya rasakan malah
semakin besar dorangan untuk bicara di luar kesadaran saya. Kepala saya terus
bergoyang fikiran saya hampir tidak bisa
dikontrol dan saya terus istigfar, bagaimanapun tidak akan saya berikan fikiran
sehat saya di kontrol oleh makhluk ghaib, apalagi kalau perkiaraan saya benar bahwa yang
mau menguasai saya adalah sebangsa jin.
Tiba-tiba saya mempunyai ide untuk mengerjai makhluk yang
pengaruhi saya sekaligus mengerjai orang
-orang yang ada di sana termasuk mang Toto yang bagaimanpun juga dia sekarang sudah
menjadi guru saya.
Sekarang saya akan berbicara kepada dia seolah-olah saya seperti
sedang kerasukan oleh para wali yang ada di Linggaratu. Kepala saya yang terus
bergoyang saya biarkan bergoyang terus, supaya mereka makin percaya bahwa saya
sedang kerasukan.
“Toto, saya minta kopi susu dan Gudang Garam Merah kalau kamu mau kembalikan lagi
orang Bandung ini!” Dengan suara yang sedikit dibedakan dari biasanya.
Mang Toto menyuruh
istrinya menyediakan apa yang saya minta.
Menyaksikan hal itu saya tertawa dalam hati. Dan kedengaran
juga suara ghaib juga tertawa. Setelah kopi susu ada di depan saya saya
langsung minum kemudian saya ambil Rokoknya dan saya bakar dan langsung saya
isap. Asap Rokok ini terasa panas di tenggorokan
saya. Hampir saja saya batuk tapi saya tahan dan mencoba mengekspresikan
nikmatnya kopi susu plus Gudang Garam merah ini. Suasana hening semua mata tertuju pada saya.
“Toto…!”
“Ya, Eyang!”
Mang toto menjawab seperti hormat sekali.
Melihat sikap mang Toto ini saya hampir ketawa.
“Ternyata bisa juga saya kerjain guru sendiri, he…he…!”
Saya biacara lagi kepada mang Toto
“Toto!, Kalau kamu memberikan ilmu pada seseorang harus
kuasai benar-benar, jangan sampai ada murid kamu yang mengalami seperti orang Bandung ini kamu
tidak tahu bagaimana menyembuhkannya.”
“Iya, Eyang, saya memang bersalah. “Sebenarnya baru kali ini
selama saya menjadi guru, ada murid yang mengalami hal seperti ini.”
Kata mang Toto sambil tunduk di depan saya.
Dari perkataan mang Toto ini, akhirnya saya tahu sekarang
ternyata mang Toto ini sama seperti saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri
saya. Dan saya mempunyai kesimpulan apa yang datang kepada saya di luar ilmu
yang diberikan kepada saya atau kepada murid yang lainnya.
Kemudian saya lanjutkan bicara kepada mang Toto.
“Sekarang eyang tidak bisa membantu kamu, untuk mengobati
anak ini, kamu coba fikirkan bagaimana caranya. Bagaimanapun kamu harus
tanggung jawab dengan ilmu yang diberikan kepada siapapun juga, termasuk kepada
anak ini. Sekarang Eyang pulang dulu ke
tempat Eyang, Assalamualaikum…!”
“Waalaikum Salam..!
Semua yang hadir di
situ menjawab serempak salam nya si Eyang yang sebenarnya hanya kerjaan saya
saja karena kesal dan jengkel kepada mang Toto. Setelah bicara
begitu kemudian saya pura-pura sadar,
dan tidak mengetahui apa yang baru saja terjadi.
Mang Toto berbicara pada saya.
“Jang, minggu depan kita semua harus ke laut kidul (Laut
Selatan). Yang pertama untuk mengenalkan ujang kepada para wali yang ada di
sana, dan kedua semua murid yang berguru kepada emang harus di sempurnakan di
sana,”
“Lalu bagaimana dengan keadaan saya sekarang ini, mang?”
Saya Tanya dia mau tahu bagaimana dia memberikan jawaban.
“Insya Alloh nanti setelah kita jalan ke Laut Kidul akan
mendapat jawabannya.” Mang Toto menegaskan kepada saya.
Dengan jawaban tersebut terpaksa saya harus bisa menerimanya, meskipun ada
keraguan pada diri saya. Tetapi minimal
sekarang saya punya keyakinan tentang apa-apa
yang terjadi pada diri saya. Semua yang
saya alami di luar ilmu yang diberikan
mang Toto kepada saya. Entah ini datangnya dari mana dan sebenarnya siapa? Saya
yakin suatu saat misteri ini akan terjawab.
Malam itu saya terpaksa harus menginap di Garut
apalagi dengan perjalanan hari ini terasa sangat melelahkan. Saya tidur
di kamar sendirian sedang teman-teman
dari Limbangan semua diruang tengah.
Sekitar Jam 2 malam saya terbangun terasa di betis saya seperti disengat ribuan nyamuk. Saya bangun
dan melihat bĂȘtis kelihatan entah datangnya dari mana nyamuk seperti
bulu nempel semua di betis. Saya ucap
istigfar tiba-tiba hilang nyamuk itu, dan diganti dengan suata gaib yang biasa
datang kepada saya.
“Jang, cepat bangun
dan pergi ambil air wudhu. Tahajudlah!”
Belum juga saya jawab
tangan saya seperti ada yang menarik dari tempat tidur. Kemudian saya
bangun mengikuti kemana saya mau dibawa. Saya
buka pintu dan ikuti langkah kaki yang seperti ada yang melangkahkan.
Akhirnya saya sampai di sumur langsung
saja saya ambil wudhu.
Untuk perintah ini saya tidak menolaknya malah bersyukur ada
yang membangunkan untuk melaksanakan shalat Tahajjud. Setelah wudhu
tiba-tiba rambut saya seperti ada yang
menarik dari belakang, sehingga muka saya jadi tengadah ke lamgit.
Kebetulan pada waktu itu rambut saya panjang sampai
di bawah bahu. Jadi kalau ditarik dari
belakang memang mudah.
Setelah muka saya tengadah ke langit, suara itu berkata
:”kamu lihat apa yang ada di langit?”
“Bulan, dan bintang” jawab saya
“Lalu Alloh di Langit mana?” Dia bertanya lagi
“Alloh yang mana? Kalau Alloh Sembahan saya dekat di sini.”
Jawab saya sambil menunjuk ke leher saya.
Dia diam, Dan saya terus menghadap ke arah kiblat sambil
mengucapkan Do’a setelah wudhu. Setelah saya selesai baca do’a , saya langkahkan kaki tanpa ada yang menarik
seperti tadi. Setibanya di rumah saya langsung shalat Tahajjud. Kemudian wirid dan berdoa memohon ampunan dan
petunjuk kepada Alloh SWT.
Setelah selesai berdo’a tiba-tiba terdengar suara yang
menyapa saya, tapi suaranya beda dengan yang biasa saya dengar selama ini.
“Annakku, kamu sudah lulus ujian pertama dari Eyang, Sebenarnya Eyang
telah lama cari orang yang bisa menerima
suatu ilmu yang jarang orang memilikinya. Ilmu ini,
sejak pertama sampai sekarang sudah
dimiliki oleh 367 orang. Eyang sebagai pemegang amanat dari ilmu ini punya kewajiban untuk mewariskan ilmu ini
kepada yang cocok untuk menerimanya. Sudah lama Eyang mencari dan akhirnya
bertemu dengan kamu. Tapi yang menjadi aneh bagi eyang kamu bukanlah orang yang biasa suka wirid. Mungkin sudah takdirnya ilmu ini sekarang
harus diwarisi oleh orang seperti kamu. Perlu kamu ketahui orang yaqng menerima
ilmu ini akan mengalami 7 ujian . Bila lulus dengan 7 ujian itu maka ilmu ini
akan sepenuhnya dimiliki. Begitulah mengapa kamu mengalami hal-hal seperti
ini.”
Mendengar perkataan itu anehnya saya tidak merasa bangga karena terpilih menjadi pewaris ilmu
yang orang jarang memilikinya.
“Eyang atau siapapun Anda, saya harap jangan terburu-buru mengambil keputusan apalagi yakin bahwa saya
memang pewaris ilmu itu. Bila benar belum tentu saya juga bisa menerima ilmu tersebut.”
“Tapi ini sudah takdir ilmu ini harus dimiliki kamu, jang!”
Suara itu mencoba meyakinkan kepada saya bahwa apa yang dia
bicarakan merupakab takdir bagi saya. Saya terus berfikir sikap apa yang harus
saya ambil dari situasi ini. Saya takut ada perangkap dibalik itu semua.
Perangkap yang membawa saya menjauh dari
ketauhidan yang saya miliki.
“Apakah benar takdir saya memiliki ilmu ini?”
Saya bertanya kepada si eyang ini.
“Benar!, kata si eyang tegas.
“Salah!. Kata saya
Bersambung……………****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar