Header Banner JagoanStore

Selasa, 24 Juli 2012

Kisah Nyata Abu Sawawa Bagian ke-8


Ujian Pertama Sudah Lulus
Oeh Abu Sawawa

Saya terus berteriak menyuruh mang Toto keluar dari kamarnya. Akhirnya keluarlah mang Toto dari kamarnya masih memakai sarung dan di tangan kanannya memegang tasbeh.
Dia hampiri kami, dan menyuruh kami semua duduk.  Suara ghaib yang selalu datang pada saya sebenarnya  melarang saya untuk duduk, seperti saya dikondisikan dia bahwa saya harus membangkang pada mang Toto. Tapi akal sehat saya alhamdulilah masih bisa dipertahankan tidak bisa dia kusai, dan   saya  masih mempertahankan etika sebagai manusia beradab, dan saya duduk seperti  yang lainnya.
Kemudian mang Toto tanya saya kenapa malam-malam datang ke Garut terus teriak-teriak ingin cepat bertemu dengan dia. Sebetulnya pertanyaan ini tidak saya harapkan, yang saya harapkan dia langsung tahu apa yang terjadi pada saya sekarang ini. Kalau dia bertanya demikian, berarti dia tidak tahu apa yang terjadi pada saya . Atau apakah dia berpura-pura?
Akhirnya saya ceritakan apa yang  saya alami sampai saya harus datang ke Garut. Dan saya minta kalau ini ada hubungannya dengan ilmu yang diberikan dia kepada  saya, saya  minta diobati atau ditempatkan pada kedudukan yang  seharusnya sehingga tidak menggangu hidup saya.
Kemudian dia  minta air putih pada  istrinya. Setelah air itu ada di tangannya  kemudian air dia beri doa lalu diberikan kepada saya. Saya meminumnya dan tidak lupa juga saya  baca Bismilah sebelum air itu masuk ke mulut saya.
Setelah minum air di dalam gelas itu, saya rasakan malah semakin besar dorangan untuk bicara di luar kesadaran saya. Kepala saya terus bergoyang  fikiran saya hampir tidak bisa dikontrol dan saya terus istigfar, bagaimanapun tidak akan saya berikan fikiran sehat saya di kontrol oleh makhluk ghaib,  apalagi kalau perkiaraan saya benar bahwa yang mau menguasai saya adalah sebangsa  jin.
Tiba-tiba saya mempunyai ide untuk mengerjai makhluk yang pengaruhi saya sekaligus  mengerjai orang -orang yang ada di sana termasuk mang Toto yang bagaimanpun juga dia sekarang sudah menjadi guru saya.
Sekarang saya akan berbicara kepada dia seolah-olah saya seperti sedang kerasukan oleh para wali yang ada di Linggaratu. Kepala saya yang terus bergoyang saya biarkan bergoyang terus, supaya mereka makin percaya bahwa saya sedang kerasukan.
“Toto, saya minta kopi susu dan Gudang  Garam Merah kalau kamu mau kembalikan lagi orang Bandung ini!” Dengan suara yang sedikit dibedakan dari biasanya.
 Mang Toto menyuruh istrinya menyediakan apa yang saya minta.
Menyaksikan hal itu saya tertawa dalam hati. Dan kedengaran juga suara ghaib juga tertawa. Setelah kopi susu ada di depan saya saya langsung minum kemudian saya ambil Rokoknya dan saya bakar dan langsung saya isap.  Asap Rokok ini terasa panas di tenggorokan saya. Hampir saja saya batuk tapi saya tahan dan mencoba mengekspresikan nikmatnya kopi susu plus Gudang Garam merah ini.  Suasana hening semua mata tertuju pada saya.
“Toto…!”
“Ya, Eyang!”
Mang toto menjawab seperti hormat sekali.
Melihat sikap mang Toto ini saya hampir ketawa.
“Ternyata bisa juga saya kerjain guru sendiri, he…he…!”
Saya biacara lagi kepada mang Toto
“Toto!, Kalau kamu memberikan ilmu pada seseorang harus kuasai benar-benar, jangan sampai ada murid kamu yang  mengalami seperti orang Bandung ini kamu tidak tahu bagaimana menyembuhkannya.”
“Iya, Eyang, saya memang bersalah. “Sebenarnya baru kali ini selama saya menjadi guru, ada murid yang mengalami hal seperti ini.”
Kata mang Toto sambil tunduk di depan saya.
Dari perkataan mang Toto ini, akhirnya saya tahu sekarang ternyata mang Toto ini sama seperti saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri saya. Dan saya mempunyai kesimpulan apa yang datang kepada saya di luar ilmu yang diberikan kepada saya atau kepada murid yang  lainnya.
Kemudian saya lanjutkan bicara kepada mang Toto.
“Sekarang eyang tidak bisa membantu kamu, untuk mengobati anak ini, kamu coba fikirkan bagaimana caranya. Bagaimanapun kamu harus tanggung jawab dengan ilmu yang diberikan kepada siapapun juga, termasuk kepada anak ini.  Sekarang Eyang pulang dulu ke tempat Eyang, Assalamualaikum…!”
“Waalaikum Salam..!
Semua yang  hadir di situ menjawab serempak salam nya si Eyang yang sebenarnya hanya kerjaan saya saja  karena  kesal  dan jengkel kepada mang Toto. Setelah bicara begitu kemudian  saya pura-pura sadar, dan tidak mengetahui apa yang baru saja terjadi.  
Mang Toto berbicara pada saya.
“Jang, minggu depan kita semua harus ke laut kidul (Laut Selatan). Yang pertama untuk mengenalkan ujang kepada para wali yang ada di sana, dan kedua semua murid yang berguru kepada emang harus di sempurnakan di sana,”
“Lalu bagaimana dengan keadaan saya  sekarang ini, mang?”
Saya Tanya dia mau tahu bagaimana dia memberikan jawaban.
“Insya Alloh nanti setelah kita jalan ke Laut Kidul akan mendapat jawabannya.” Mang Toto menegaskan kepada saya.
Dengan jawaban tersebut terpaksa  saya harus bisa menerimanya, meskipun ada keraguan pada diri saya.  Tetapi minimal sekarang  saya punya keyakinan tentang apa-apa yang terjadi pada diri saya.  Semua yang saya alami  di luar ilmu yang diberikan mang Toto kepada saya. Entah ini datangnya dari mana dan sebenarnya siapa? Saya yakin suatu saat misteri ini akan terjawab.
Malam itu saya terpaksa harus menginap di  Garut  apalagi dengan perjalanan hari ini terasa sangat melelahkan. Saya tidur di kamar sendirian sedang  teman-teman dari Limbangan  semua diruang tengah. Sekitar  Jam  2 malam saya terbangun  terasa di betis saya seperti disengat  ribuan nyamuk. Saya  bangun  dan melihat bĂȘtis kelihatan entah datangnya dari mana nyamuk seperti bulu nempel semua di betis.  Saya ucap istigfar tiba-tiba hilang nyamuk itu, dan diganti dengan suata gaib yang biasa datang kepada saya.
“Jang,  cepat bangun dan pergi ambil air wudhu. Tahajudlah!”
Belum juga saya jawab  tangan saya seperti ada yang menarik dari tempat tidur. Kemudian saya bangun mengikuti kemana saya mau dibawa. Saya  buka pintu dan ikuti langkah kaki yang seperti ada yang melangkahkan. Akhirnya saya sampai di sumur  langsung saja saya ambil wudhu.
Untuk perintah ini saya tidak menolaknya malah bersyukur ada yang membangunkan untuk melaksanakan shalat Tahajjud. Setelah wudhu tiba-tiba  rambut saya seperti ada yang menarik dari belakang, sehingga muka saya jadi tengadah ke  lamgit.  Kebetulan pada waktu itu rambut saya panjang   sampai di bawah bahu. Jadi  kalau ditarik dari belakang memang mudah.
Setelah muka saya tengadah ke langit, suara itu berkata :”kamu lihat apa yang ada di langit?”
“Bulan, dan bintang” jawab saya
“Lalu Alloh di Langit mana?” Dia bertanya lagi
“Alloh yang mana? Kalau Alloh Sembahan saya dekat di sini.” Jawab saya sambil menunjuk ke leher saya.
Dia diam, Dan saya terus menghadap ke arah kiblat sambil mengucapkan Do’a  setelah wudhu. Setelah  saya selesai baca do’a ,  saya langkahkan kaki tanpa ada yang menarik seperti tadi. Setibanya di rumah saya langsung shalat Tahajjud.  Kemudian wirid dan berdoa memohon ampunan dan petunjuk kepada  Alloh SWT.
Setelah selesai berdo’a tiba-tiba terdengar suara yang menyapa saya, tapi suaranya beda dengan yang biasa saya dengar selama ini. 

 “Annakku, kamu sudah lulus ujian pertama dari Eyang, Sebenarnya Eyang telah lama cari  orang yang bisa menerima  suatu  ilmu yang jarang orang memilikinya. Ilmu ini, sejak pertama sampai sekarang  sudah dimiliki oleh 367 orang. Eyang sebagai pemegang amanat dari ilmu ini  punya kewajiban untuk mewariskan ilmu ini kepada yang cocok untuk menerimanya. Sudah lama Eyang mencari dan akhirnya bertemu dengan kamu. Tapi yang menjadi aneh bagi eyang kamu bukanlah  orang yang biasa suka wirid.  Mungkin sudah takdirnya ilmu ini sekarang harus diwarisi oleh orang seperti kamu. Perlu kamu ketahui orang yaqng menerima ilmu ini akan mengalami 7 ujian . Bila lulus dengan 7 ujian itu maka ilmu ini akan sepenuhnya dimiliki. Begitulah mengapa kamu mengalami hal-hal seperti ini.”

Mendengar perkataan itu anehnya saya tidak merasa  bangga karena terpilih menjadi pewaris ilmu yang orang jarang memilikinya.
“Eyang atau siapapun Anda,  saya harap jangan terburu-buru  mengambil keputusan apalagi yakin bahwa saya memang pewaris ilmu itu. Bila benar belum tentu saya juga bisa  menerima ilmu tersebut.”
“Tapi ini sudah takdir ilmu ini harus dimiliki kamu, jang!”
Suara itu mencoba meyakinkan kepada saya bahwa apa yang dia bicarakan merupakab takdir bagi saya. Saya terus berfikir sikap apa yang harus saya ambil dari situasi ini. Saya takut ada perangkap dibalik itu semua. Perangkap yang membawa saya menjauh dari  ketauhidan yang  saya miliki.
“Apakah benar takdir saya memiliki ilmu ini?”
Saya bertanya kepada  si eyang ini.
“Benar!, kata si eyang tegas.
“Salah!. Kata saya

Bersambung……………****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar